CubesPedia: Seminar di Bogor Hasilkan Kesepakatan: Usir Kelompok Intoleran

CubesPedia

Tribunsantri.com menyajikan berita terhangat yang meliputi isu politik, hukum, peristiwa , dunia islam, pesantren dan lain-lain

Seminar di Bogor Hasilkan Kesepakatan: Usir Kelompok Intoleran

by noreply@blogger.com (Tribunsantri.com) on Tuesday 13 August 2019 01:02 AM UTC+00 | Tags: nasional
Seminar di Bogor Hasilkan Kesepakatan: Usir Kelompok Intoleran

Tribunsantri.com - Seminar Dialaog Kebangsaan bertema "Indahnya Keberagaman Menuju Indonesia Maju" yang menghadirkan pembicara dari dosen luar negeri dan Jenderal sepakat mengusir kelompok intoleransi dan radikalisme yang tidak mengakui Pancasila sebagai dasar negara, harus diusir dari bumi Indonesia.

Satu seminar Dialaog Kebangsaan di Bogor, Sabtu (10/8/2019) menghasilkan kesepakatan untuk mengusir kelompok intoleransi dan radikalisme yang tidak mengakui Pancasila sebagai dasar negara, harus diusir dari bumi Indonesia.

Kesepakatan itu diambil oleh para pembicara yang tampil di antaranya dari dosen dalam dan  luar negeri, serta juga unsur militer berpangkat jenderal.

Diskusi bertajuk "Indahnya Keberagaman Menuju Indonesia Maju" berlangsung di aula Makorem 061 Surya Kancana (SK) Bogor yang berlangsung Sabtu (10/8/2019) ini juga diikuti ratusan warga masyarakat dari berbagai kalangan.

Prof. Dr. Sumanto Al Qurtuby, dosen King Fadh University of Petroleum and Minerals Arab Saudi ini mengatakan, ada kelompok di tengah masyarakat Indonesia yang suka membuat kekerasan dan intoleransi.

"Di masyarakat Indonesia, ada banyak sekali masyarakat yang sangat toleran. Mereka ini hidup dalam ke-bhinekaan. Namun ada sekelompok kecil, yang suka sekali dengan kekerasan dan intoleransi serta radikalisme. Atas nama kebebasan demokrasi, kelompok intoleran dan radikal ini kerap memaksa kehendak. Atas fenomena ini, seluruh elemen harus bersatu," kata Qurtuby.

Bagi dosen Arab Saudi ini, kurikulum di sekolah, harus mengajarkan adanya toleransi.  "Tidak boleh ada diskriminasi, hanya karena di sekolah itu, ada siswa yang tidak beragama Islam. Jangan belum apa-apa, siswa sudah diajarkan kafir, kafer, kafur. Sekolah yang pengajarnya sudah terpapar intoleransi dan paham lain, harus segera dibereskan," tegas Qurtuby.

Selain lembaga pendidikan, Qurtuby juga menyoroti masjid yang sudah terpapar paham intoleransi.  Baginya, kelompok intoleran, jangan diberi ruang sedikitpun, apalagi masuk ke ruang publik.

"Di Timur Tengah, orang mau ceramah saja, harus ada ijinnya dari pemerintah. Kita di Indonesia sesukanya. Sudah begitu, isi ceramahnya hanya bersifat makian, umpatan, hinaan dan cacian. Seorang pemuka agama itu, harus sejuk menyampaikan pesan dan bukan sebaliknya," tuturnya.

Qurtuby juga meminta, agar partai politik dalam berpolitik praktis, jangan meng-eksploitasi agama demi tujuan mereka.

"Jangan didik warga untuk sebuah pemahaman yang bertentangan. Agenda politik itu harus mencerdaskan masyarakat demi tujuan utama yakni, kemajuan bangsa serta kesejahteraan rakyat dan bukan sebaliknya menjurus kepada perpecahan,"ujarnya.

Bagi Qurtuby, khilafah yang di Indonesia seperti HTI, di negara asalnya sudah tidak laku dijual.  Namun, barang sampah dan rongsokan ini, kemudian dibawa ke Indonesia, untuk diterapkan. Ia juga menolak, jika faktor kemiskinan membuat orang terpapar radikal.

"Barang rongsokan mau dijual di Indonesia. Harus di sikat habis. Jangan toleran terhadap kelompok intoleran. Bahwa kemiskinan menjadi satu dari sekian faktor, orang terpapar radikal itu benar," katanya.

"Tapi jangan salah, banyak sekali orang pintar dan kaya juga terpapar radikal dan intoleran. Osama bin Laden, dia kaya dan pintar tapi terpapar juga. Ada juga dokter dan PNS eselon 3 dan 2 juga kena. Jadi ini masalah ideologi. Makanya pendekatan, harus dari semua aspek. Contohnya IPB, ada yang menyebut Institut Perkhilafahan Bogor," kata Qurtuby disambut tawa ratusan peserta.

Jenderal Polisi (Purn) Anton Charliyan yang menjadi pembicara menegaskan, wilayah Jawa Barat saat ini, sudah 40 persen warganya terpapar paham HTI.

Bahkan saat Pilpres lalu, angka ini naik menjadi 60 persen. Disebuah SMP di Jabar, siswanya malah lebih memilih khilafah daripada sistim Pancasila yang sudah diakui bersama oleh seluruh masyarakat.

"Radikalisme dan intoleran ini masalah ideologi. Semua agama baik. Hanya saja kelompok radikal ini selalu bawa-bawa agama saat menjalankan misinya. Makanya sekarang Polri dan TNI pakai ulama yang bebar untuk berdakwah tentang bahaya radikal ini. Ruang publik harus terturup bagi kelompok yang senangnya menebar kebencian dan kekerasan," kata Anton.

Mantan Kapolda Jawa Barat ini menegaskan, kelompok penebar kebencian disertai kekerasan dan radikal ini, kerap meng-kafir-kafirkan orang.

"Seseorang masuk surga atau tidak, itu karena ahlaknya dan bukan yang lain. Ini orang kalau nggak sejalan dengan pemikiran mereka, langsung kafir. Pemerintah harus ekstrim, karena perbuatan kelompok ini berbahaya,"ujarnya.

Kedepan lanjut Anton Charliyan, harus ada Litsus bagi setiap warga negara yang ingin bekerja di pelayanan publik. "Semua lini harus litsus. Jika tidak mau terima Pancasila, silahkan keluar dari Indonesia," kata Anton.

Ia menambahkan, keputusan negara harus konsisten dan konstitusional bagi kelompok pemecah belah bangsa. "Ini negara Pancasila dan bukan negara Itijma,"kata Jenderal polisi ini saat ditanya terkait pertemuan di Sentul beberapa waktu lalu.

Danrem 061 Surya Kancana (SK) Bogor, Kol Inf Novi Helmi Prasetya SIP. M.Si sebagai pimpinan yang memimpin lima wilayah teritorial (Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Sukabumi dan Kota Sukabumi), mengaku, masih aman dan kondusif.

Ia menyarankan, agar ditiap sekolah sebelum kegiatan belajar mengajar (KBM) dimulai, guru kelas meluangkan waktu lima menit, untuk berbicara tentang wawasan kebangsaan.

Ia juga sepedanpat dengan Qurtuby maupun Anton, agar kelompok yang tidak mengakui Pancasila, segera diusir dari Indonesia.

"Guru di sekolah kalau tiap hari 5 menit bicara Pancasila, persatuan, perbedaan dan wawasan kebangsaan, maka akan menumbuhkan semangat siswa. Muaranya, siswa tidak mudah terpapar radikal dan intoleran. Ini peran kita semua," ujar Kol Novi. 

Poskotanews
Tags:
  • nasional
You received this email because you set up a subscription at Feedrabbit. This email was sent to you at gemapediaa@gmail.com. Unsubscribe or change your subscription.